Friday, June 10, 2011

My life on your hand..

Pada umumnya setiap orang akan berkembang pada setiap tahapan usia dari sejak janin hingga kematian. Perkembangan tersebut terdiri dari perkembangan secara fisik, kognitif, dan sosio-emosional. Beberapa ahli mengelompokkan tahap-tahap perkembangan berserta konflik yang terjadi.

Ya.. Memang pada umumnya seperti itu..

Namun aku berpikir.. Apakah aku mau menjalani tahapan tersebut hanya sebagaimana pada umumnya. Aku tidak mau kuliah karena alasan pada umumnya setelah lulus SMA, orang-orang kuliah. Aku tidak mau asal bekerja apa saja karena alasan pada umumnya orang-orang bekerja untuk mencari nafkah. Aku tidak mau menikah hanya karena alasan pada umumnya orang-orang akan berkeluarga. Aku tidak mau melakukan sesuatu hanya karena alasan pada umumnya.

Aku ingin menjalani sesuatu karena suatu tujuan yang harus aku raih. Seperti saat ini, aku kuliah di jurusan psikologi karena aku memang menyukai bidang ini sejak SMP. Aku merasa terpanggil untuk membantu orang-orang yang berada dalam kesulitan secara psikologis.

Namun, konsep “pada umumnya” terkadang berbenturan juga dengan idealisme yang aku miliki.

Seperti yang pernah aku utarakan, cita-citaku adalah menjadi psikolog anak. Pengen juga nanti kaya Kak Seto, jadi Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak. Hehe.. Ini berarti aku harus menyelesaikan pendidikanku sebagai sarjana psikologi di sekitar usia 22. Kata Mba Anne (psi anak), sebaiknya aku kerja di LSM minimal 2 tahun sebagai batu loncatan untuk lanjut s2 di luar negeri (beasiswa. Amin). Kenapa harus di luar negeri? Begini alasannya: jadi, program master untuk psikolog di Indonesia itu belum bagus. Taruhlah misalnya aku sekolah di Australia atau Malaysia selama maksimal tiga tahun (masih saran Mba Anne). Coba kita hitung-hitung usia aku setelah lulus s2…

22+2+3= 27

Hemm..

Disinilah letak konsep “pada umumnya” menyerang. Pada umumnya, wanita usia 27 sudah menikah. Papa sudah mengingatkan, jangan sampai karena keasikan mengejar cita-cita jadi lupa masalah personal.

Jadi, apakah aku harus mengorbankan cita-citaku hanya untuk mengikuti konsep “pada umumnya”..??

Beberapa orang memang mudah untuk menemukan panggilannnya. Beberapa orang memilih untuk menjadi pendeta karena ingin melayani Tuhan secara full time. Beberapa orang memilih untuk menjadi dokter karena memang minat dan kemampuannya memang di bidang tersebut. Beberapa orang dengan mudah menemukan profesi yang mereka cintai, dan orang yang mereka kasihi untuk sebagai pasangan hidup.

Saat ini aku tetap merasa terpanggil untuk menjadi psikolog anak. Memang tidak mudah untuk mencapainya namun aku akan tetap berjuang selama aku bisa.

Masa depan tidak ada yang tahu kecuali Tuhan. Ntah aku akan benar-benar menjadi psikolog anak, aktivis sosial, atau profesi lain. Ntah apa aku akan menikah atau tidak. Jika aku menikah, ntah aku akan menikahi pria gondrong, atau botak , kurus atau gemuk, hitam atau putih, orang karo, orang manado, china, atau suku yang lain. Ntah tidak punya anak atau punya anak.

Semua bisa saja berubah..

Aku hanya berharap aku benar-benar menjalani kehidupan ini sesuai dengan panggilan-Nya.

Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang - Amsal 23:18 :D

No comments:

Post a Comment

alone and lonely.

Semakin tua dan dewasa, aku semakin menyadari betapa sulitnya menerima "it is what it is". Apalagi jika tidak sesuai dengan pemiki...