Tuesday, January 21, 2020

Toxic - Racun

Racun diciptakan untuk membunuh. Bentuknya juga beda-beda. Sering kali racun tidak terlihat, malah memiliki kesan menyenangkan dan tidak disadari sangkin menyenangkannya. Racun itu  biasanya ditaruh dalam perangkap supaya target tidak menyadari bahwa dirinya sedang menjadi target.

Ibaratkan seekor tikus yang sedang lapar. Racun tikus dioles di seekor ikan. Tanpa sadar, tikus memakan ikan tersebut lalu mati. Atau kasus-kasus lain, dimana seorang pelaku menaruh racun dalam minuman korban. Korban meminumnya tanpa sadar. Beberapa waktu kemudian sang korban meninggal entah raga ataupun jiwanya.

Ketika diibaratkan melalui hewan, rasanya ya mengenaskan tapi yasudah. Namun saat memakai kasus nyata pembunuhan lewat racun, rasanya mengerikan, kan. Untuk manusia normal pada umumnya, ya, sangat mengerikan karena nyawa seseorang sangatlah berharga. Tidak ada yang berhak mengambilnya kecuali Tuhan. 

Bayangkan, kalau racun itu berupa situasi, lingkungan, atau mungkin seseorang yang Anda awalnya anggap teman. Anda tidak sadar bahwa sedikit demi sedikit perkataan teman Anda menggerogoti jiwa Anda. Atau mungkin lingkungan kerja yang sangat tidak kondusif sehingga membuat Anda merasa karakter Anda semakin lama semakin buruk. Anda kehilangan minat dan semangat Anda. Seakan-akan seseorang melakukan pembunuhan karakter dengan menyebarkan berita tidak benar mengenai Anda. 
Sehingga lambat laun Anda merasa --- lebih baik tidak ada. Maka berhasilah dia membunuh kehidupan Anda.

Kalau begitu jika berada dalam lingkungan beracun tersebut apa yang harus saya lakukan ketika saya tidak dapat menghindarinya. Mau tidak mau, saya harus menghadapinya. Saya tidak nyaman. Di saat yang bersamaan saya juga berpikir, ketika saya merasa tidak nyaman, bukankah saya memberikan energi kepadanya? Jika seseorang membuat Anda susah, bukankah berarti orang itu memiliki power di atas Anda?

Saya menenangkan emosi saya, menarik nafas dalam-dalam. Mencoba bernegosiasi dengan Sang Pencipta. Sampai suatu titik saya sadar dan berserah. Mungkin inilah saatnya saya berkata: Jika boleh, cawan ini lalu padaku. Namun bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu terjadilah. 

Tuesday, January 7, 2020

Sakit Sembuh Sehat

Bulan Desember 2019 merupakan musim yang cukup mengenaskan untukku. Bermula di awal bulan, sekitar satu minggu aku merasa demam berkepanjangan. Aku pikir ini demam flu biasa yang akan hilang dengan sendirinya seperti yang sudah-sudah. Ternyata malah harus berakhir diinfus di rumah sakit sekitar tiga hari. Lalu aku istirahat sekitar seminggu di rumah.

Dua minggu kemudian, aku pergi ke Bandung yang direncanakan akan berangkat dini hari sekitar jam 4.30. Sejak malamnya aku sudah merasa tidak enak badan. Aku berpikir mungkin saja karena tidur di apartemen baru masih adaptasi dan debu yang menempel di furnitur. Akhirnya kami berangkat sekitar pukul 6.30. Di mobil aku merasa tidak enak badan, tetapi aku coba alihkan dengan make up. Sesampainya di Bandung, kami disambut dengan hujan sehingga udara menjadi sangat dingin. Akupun diare sampai lebih dari 10x. Karena sudah tidak kuat, aku ke IGD Rumah Sakit.
Setelah menghabiskan dua botol infus akhirnya aku kembali ke Jakarta.

Di Jakarta, aku tinggal di rumah kakak. Awalnya aku merasa nyaman meskipun masih terasa lemas. Aku berpikir hari Senin nanti aku bisa kerja kalau aku istirahat. Namun, ternyata di hari Senin sekitar jam 2 pagi, perutku terasa sakit sekali. Apapun yang aku makan/ minum juga langsung dimuntahkan bahkan air mineral sekalipun. Karena sudah tidak tahan lagi, aku membangunkan abang dan kakak untuk mengantarku ke RS. Di IGD, aku disuntik obat antinyeri. Dokter bilang butuh beberapa jam agar rasa sakitnya benar-benar hilang. Akhirnya aku beristirahat kembali selama dua hari dan tidak pergi bekerja.

Rasanya sedih sekali sakit terus menerus. Memang kesalahanku tidak menjaga makanan dan tingkat stres yang lumayan meningkat juga saat itu. Setelah peristiwa ini, tentunya aku lebih menjaga kesehatanku dengan ekstra. Aku juga akhirnya pergi ke dokter Spesialis Penyakit Dalam, konsultan Lambung, untuk mendiskusikan keadaanku saat ini. Beliau bilang, lambungku sensitif dan tidak kuat menerima obat yang minum selama ini. Jadi aku ganti obat, ditambah suplemen makanan. Aku juga sudah tidak minum kopi atau teh. Makan coklat juga sudah jauh dikurangi. Tidak makan pedas dan mengurangi lada. Tidak beli makanan di pinggir jalan. Tidur lebih awal. Mengurangi waktu hangout.
Huaa.. Sedih tapi gapapa deh demi kesehatan.

#2020lebihsehat

alone and lonely.

Semakin tua dan dewasa, aku semakin menyadari betapa sulitnya menerima "it is what it is". Apalagi jika tidak sesuai dengan pemiki...